Jumat, 27 Januari 2012

kasus audit (menyusun program audit)

A.   MENYUSUN AUDIT PROGRAM
Dalam pemeriksaan terhadap kegiatan produksi, maka titik perhatian ditujukan untuk menilai apakah kegiatan produksi yang didasarkan pada kebijaksanaan –kebijaksanaan, prosedur-prosedur, dan perencanaan yang berlaku telah berjalan dengan efisien.   Disamping itu, melalui pemeriksaan juga diharapkan ditemukan alternatif-alternatif pendekatan yang dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kelancaran kegiatan produksi.
Prosedur pemeriksaan terhadap kegiatan produksi meliputi rangkaian pemeriksaan atas tahap-tahap dalam siklus produksi.  Masing-masing tahap tersebut, diperiksa dengan tujuan yang bervariasi antara pemeriksaan untuk satu tahap dengan tahap lainnya.
Walaupun corak kegiatan produksi berlainan satu dengan yang lain, namun kita dapat mengidentifikasikan pola siklus tersebut beserta tahap-tahap dalam siklus tersebut.
Tahap-tahap tersebut mencakup :
1.   Penentuan permintaan akan produk-produk yang dapat dipasok melalui proses produksi (Menentukan apa yang akan diproduksi dan kapan akan diproduksi)
2.   Penetapan  rencana produksi yang lebih spesifik;
3.   Pengadaan masukan untuk melaksanakan kegiatan produksi;
4.   Penerimaan, pemasangan, dan pengujian mesin dan peralatan, serta percobaan proses produksi;
5.   Pelaksanaan proses produksi yang sebenarnya;
6.   Pengiriman produk-produk selesai untuk digunakan sendiri atau dijual kepada para pelanggan.
Berdasarkan 6 (enam) tahapan produksi tersebut di atas, buatlah masing-masing program pemeriksaan, yang meliputi Tujuan Pemeriksaan, dan Langkah-langkah kerja Pemeriksaan

Berdasarkan 6 (enam) tahapan produksi tersebut, buatlah masing-masing program pemeriksaan yang meliputi Tujuan Pemeriksaan dan Langkah-langkah kerja Pemeriksaan.
1.  Penetuan permintaan akan produk yang dapat dipasok melalui proses produksi (Menentukan apa yang akan diproduksi dan kapan akan diproduksi).
     Tujuan :
·         Untuk menilai partisipasi bagian produksi dalam penentuan mengenai barang apa saja yang akan diproduksi.
Langkah Kerja Pemeriksaan :
·         Teliti apakah penggunaan biaya dalam penentuan desain produk telah ekonomis, efektif dan efisien.
·         Telusuri sejauh mana bagian produksi mengadakan konsultasi dengan manajemen dalam usaha mengembangkan kemampuan produksi.
·         Memastikan adanya komunikasi dan partisipasi yang baik antara bagian produksi dengan bagian pemasaran dalam penentuan desain produksi.
2.  Penetapan rencana produksi yang lebih spesifik.
     Tujuan :
·         Untuk menilai partisipasi bagian produksi dalam penetapan rencana produksi.
·         Untuk memastikan apakah kegiatan produksi telah sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Langkah Kerja Pemeriksaan :
·         Telusuri informasi yang didapat dari laporan kinerja produksi, terutama yang berhubungan dengan trend total waktu produksi setiap produk.
·         Amati apakah penentuan rencana melibatkan partisipasi aktif dari pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.
·         Teliti apakah kegiatan produksi memiliki wewenang untuk menentukan kelayakan rencana produksi, serta pembatasan-pembatasan mengenai rencana produksi cukup jelas dan memadai.
3.  Pengadaan masukan untuk melaksanakan kegiatan produksi.
     Tujuan :
·         Untuk memastikan telah terjalinnya koordinasi di antara bagian-bagian yang sesungguhnya berkaitan dengan pengadaan.



Langkah Kerja Pemeriksaan :
·         Teiti apakah diadakan kontak-kontak pendahuluan dengan berbagai pihak selama tahap perencanaan, penyampaian kebutuhan-kebutuhan, dan hubungan lebih lanjut dalam menghadapi masalah yang mungkin timbul.
·         Pastikan penggunaan metode dalam penentuan kebutuhan telah dilakukan dengan benar.
·         Pastikan prosedur pencatatan daftar kebutuhan bahan baku telah dilakukan dengan baik sesuai dengan desain dan rancangan produk.
4.  Penerimaan, pemasangan, dan pengujian mesin dan peralatan, serta percobaan proses produksi.
     Tujuan :
·         Untuk menilai kelayakan pengelolaan yang menyangkut penerimaan, pemasangan dan pengujian masin dan peralatan.
Langkah Kerja Pemeriksaan :
·         Amati apakah pemasangan mesin telah sesuai dengan prosedur pemasangannya dan apakah telah dilakukan pengujian terhadap mesin atau peralatan yang dipasang.
·         Pastikan adanya koordinasi yang baik antara bagian yang terlibat dalam pemasangan mesin atau peralatan dengan menelusuri daftar kebutuhan mesin dan peralatan dengan daftar penerimaan mesin dan peralatan.
5.  Pelaksanaan proses produksi yang sebenarnya.
     Tujuan :
·         Untuk menentukan bahwa proses produksi telah berjalan dengan lancar.
Langkah Kerja Pemeriksaan :
·         Amati apakah pelaksanaan produksi sudah berjalan dengan efektif atau belum.
6.  Pengiriman produk-produk selesai untuk digunakan sendiri atau dijual kepada pelanggan.
     Tujuan :
·         Untuk memastikan bahwa produk yang dijual ke pelanggan telah terkirim dan telah diterima oleh pelanggan tersebut.
Langkah Kerja Pemeriksaan :
·         Cek barang yang dikirim, apakah sudah sesuai atau belum.

Jumat, 13 Januari 2012

Penghasilan Tidak Kena Pajak ^^

Mulai tahun 2009, PTKP mengalami perubahan. Silahkan baca tulisan saya tentang PTKP tahun 2009 ini yaitu : PTKP Baru 2009.
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya PTKP ditetapkan sebagai berikut :
Berdasarkan Keputusan Menteri Keungan Nomor 564/KMK.03/2004 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, besarnya penghasilan tidak kena Pajak mulai 1 Januari 2005 adalah sebagi berikut :
Jumlah (Rp)
Keterangan
12.000.000,00
Untuk Wajib Pajak orang pribadi
1.200.000,00

Tambahan untuk wajib pajak yang kawin
12.000.000,00

Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami
1.200.000,00
Tambahan untuk setiap anggota keluaga sedarah dan keluarga semenda dalam   garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan   sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Besarnya PTKP berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor  37/PMK.03/2005 tanggal 30 Desember 2005  yang mulai berlaku 1 Januari 2006 adalah sebagai berikut :
Jumlah (Rp)
Keterangan
13.200.000,00

Untuk Wajib Pajak orang pribadi
1.200.000,00

Tambahan untuk wajib pajak yang kawin
13.200.000,00

Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami
1.200.000,00

Tambahan untuk setiap anggota keluaga sedarah dan keluarga semenda dalam   garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan   sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus misalnya orang tua dan anak kandung. Keluarga semenda dalam garis keturunan lurus adalah misalnya mertua dan anak tiri. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan  dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
Penerapan ketentuan di atas ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Misalnya Wajib Pajak B pada tanggal 1 Januari 2006 berstatus kawin dengan tanggungan satu orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2006, maka besarnya PTKP
yang diberikan kepada Wajib pajak B untuk tahun pajak 2006 tetap dihitung
berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak.
Misalnya seorang Wajib Pajak bernama Ahmad pada tanggal 1 Januari 2006 mempunyai data keluarga sebagai berikut :
  • seorang  istri yang bekerja pada PT Sakti Jaya,
  • seorang  anak kandung berumur 10 tahun,
  • seorang  adik kandung sebagai pelajar SMU,
  • seorang mertua sebagai pensiunan  Pegawai Negeri,
  • seorang anak tiri berumur 12 tahun, dan
  • seorang anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya
Bersarnya PTKP untuk Ahmad untuk tahun 2006 adalah sebagai berikut :
No.
Jumlah (Rp)
Keterangan
1.
13.200.000,00

Untuk Ahmad sendiri
2.
0,00

Tambahan untuk penghasilan istri digabung. Dalam kasus ini penghasilan
istri tidak digabung karena semata-mata berasal dari satu pemberi kerja
dan sudah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
3.
1.200.000,00

Tambahan karena status kawin
4.
3.600.000,00

Tanggungan tiga orang yaitu anak kandung, anak tiri dan anak angkat
sebesar Rp1.200.000,00 x 3 orang.
18.000.000,00

Jumlah seluruh PTKP.

Aktiva Tidak Berwujud (ED PSAK 19 Revisi 2009) ^^

Menurut PSAK 19 (Revisi 2009), aktiva atau aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik. Terdengar sederhana? Iya. Namun pada prakteknya tidaklah sesederhana itu. Oleh karena kerumitannya, jenis aktiva tidak berwujud seringkali diabaikan (tidak diakui)—terutama pada perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. Ada kriteria tertentu yang dapat membedakan apakah suatu pengaluaran digolongkan sebagai aktiva tetap tak berwujud atau dibiayakan di periode yang sama.
Di perusahaan berskala kecil dan menengah, Laporan Keuangannya lebih sering menujukan rugi (biaya lebih besar dari pendapatan) daripada laba, mengapa? Bisa jadi kerugian memang disebabkan oleh sedikitnya pendapatan sementara biaya terus menerus terjadi. Namun di sisi lainnya, kerap terjadi terjadi dimana perusahaan mencatat setiap pengaluaran sebagai biaya (dibebankan di periode yang sama), padahal mungkin saja ada diantara pengeluaran tersebut terjadi karena pembelian (perolehan), pemeliharaan atau peningkatan nilai aktiva/asset.
Setiap pengeluaran dicatat dengan:
[Debit]. Biaya   xx
[Credit]. Kas/Hutang xx
Padahal bisa jadi seharusnya:
[Debit]. Aktiva tetap (berwujud/tdk berwujud)   xx
[Credit]. Kas/Hutang xx
Untuk aktiva/aset berwujud, tentu bisa dikenali dengan mudah. Tetapi aset tidak berwujud kerap diabaikan begitu saja. Hal itu terjadi karena perusahaan (pegawai accountingnya) tidak memahami persis apa itu aktiva/aset tidak berwujud, apa saja yang tergolong aktiva tidak berwujud dan apa yang tidak.
Beberapa contoh: Perolehan, pengembangan, pemeliharaan atau peningkatan sumber daya tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk dan judul publisitas).
Contoh umum lainnya: piranti lunak komputer, paten, hak cipta, film, daftar pelanggan, hak pelayanan jaminan, hak memancing, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, pangsa pasar dan hak pemasaran.

Kriteria Aktiva Tetap Tak Berwujud

Cara membedakan suatu pengeluaran tergolong aktiva tidak berwujud (intangible asset) atau biaya yang dibebankan di periode yang sama sebenarnya tidak terlalu sulit. Ada 3 kriteria yang harus terpenuhi untuk mengakui suatu pengeluaran sebagai aktiva tak berwujud, yiatu: (1) keteridentifikasian, (2) pengendalian atas sumber daya; dan (3) adanya manfaat/keuntungan ekonomis di masa depan.
Nah, jika ketiga kriteria tersebut terpenuhi, maka harus diakui sebagai aktiva tidak berwujud. Sehingga dicatat dengan:
[Debit]. Aktiva Tidak Berwujud   xx
[Credit]. Kas/Hutang  xx
Jika ada salah satu kriteria tidak terpenuhi maka dibebankan di periode yang sama.
Catatan: PSAK 19 (Revisi 2009) juga menyebutkan bahwa “jika kriteria tersebut diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis, maka kriteria tersebut diperlakukan sebagai bagian dari goodwill pada tanggal akuisisi”.
Untuk lebih jelasnya, coba lihat ketiga kriteria tersebut satu-per-satu..

Kriteria Pertma: Keteridentifikasian

PSAK 19 (Revisi 2009) menyebutkan bahwa: suatu aset dikatakan dapat diidentifikasi jika:
(a) dapat dipisahkan, yaitu dapat dipisahkan atau dibedakan dari perusahaan dan dijual, dipindahkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan, baik secara tersendiri atau bersama-sama dengan kontrak terkait, aset atau liabilitas teridentifikasi, terlepas dari apakah perusahaan bermaksud untuk melakukan hal tersebut; atau
(b) timbul dari kontrak atau hak legal lainnya, terlepas dari apakah hak tersebut dapat dialihkan atau dipisahkan dari perusahaan atau dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban lainnya.

Kriteria Kedua: Pengendalian

Perusahaan mengendalikan aset jika perusahaan memiliki kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomis masa depan yang timbul dari aset tersebut dan dapat membatasi akses pihak lain dalam memperoleh manfaat ekonomis tersebut.
Kemampuan perusahaan untuk mengendalikan manfaat ekonomis masa depan dari suatu aset tidak berwujud biasanya timbul dari hak legal yang memiliki kekuatan dalam suatu pengadilan. Apabila hak legal itu tidak ada, perusahaan akan lebih sulit menunjukkan adanya pengendalian. Akan tetapi, kekuatan hukum suatu hak bukan merupakan syarat perlu bagi pengendalian karena perusahaan dapat saja mengendalikan manfaat ekonomis masa depan dengan cara lain.
Manfaat ekonomis masa depan dapat timbul dari pengetahuan atas pasar atau pengetahuan teknis. Perusahaan mengendalikan keuntungan tersebut jika, misalnya, pengetahuan tersebut dilindungi oleh hukum seperti hak cipta, perjanjian dagang terbatas (sepanjang diizinkan) atau oleh perjanjian hukum bagi pegawai untuk menjaga kerahasiaan.
Oke. Bagaimana dengan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai karyawan yang mengikuti suatu pelatihan terampil/program (seperti program pelatihan), apakah bisa diakui sebagai aktiva tak berwujud?
Secara umum, TIDAK. Kriteria manfaat ekonomisnya terpenuhi, tetapi hak kendalinya tidak ada. Hal yang sama berlaku untuk talenta di bidang teknis atau manajemen khusus sebagai aset tidak berwujud. KECUALI pelatihan dicantumkan dalam kontrak kerja secara legal.
Bagaimana dengan biaya yang dikeluarkan untuk membina hubungan baik dengan pelanggan?
Secara umum juga, TIDAK. Perusahaan mungkin memiliki pelanggan setia yang terus melakukan transaksi dengan perusahaan atau mungkin perusahaan berhasil menguasai pangsa pasar tertentu. Namun, apabila tidak ada hak legal untuk melindungi atau mengendalikan hubungan dengan pelanggan, maka perusahaan biasanya tidak memiliki pengendalian yang memadai atas manfaat ekonomis yang dapat diperoleh dari hubungan dengan pelanggan. Contoh: portofolio pelanggan, pangsa pasar, hubungan pelanggan dan loyalitas pelanggan). KECUALI: apabila ada transaksi pertukaran dari hubungan pelanggan ataupun hubungan pelanggan, maka hal ini memberikan bukti bahwa perusahaan mampu memiliki pengendalian atas manfaat ekonomis masa depan dari hubungan pelanggan tersebut.

Kriteria ketiga: Manfaat Ekonomis Masa Depan

Manfaat ekonomis masa depan yang timbul dari aset tidak berwujud dapat mencakup pendapatan dari penjualan barang atau jasa, penghematan biaya, atau manfaat lain yang berasal dari penggunaan aset tersebut oleh perusahaan. Misalnya, penggunaan hak kekayaan intelektual dalam suatu proses produksi tidak meningkatkan pendapatan masa depan, tetapi menekan biaya produksi masa depan.

Sumber : www.jurnalakuntansikeuangan.com, ED PSAK 19 Revisi 2009.